“Hallo?” kata seseorang diseberang telepon sana
“hah? Morgan?” jawabku dengan suara yang agak lemah karna tak memiliki tenaga.
Morgan Part
“Tiwie? Kamu baik aja kan?” tanyaku. Aku sangat khawatir ketika Tiwie tidak membalas BBM atau pun SMS dariku. Aku hanya takut ia ngambek karna kejadian tadi sore.
“aku baik aja kok. Ga usah khawatir” jawabnya. Entah mengapa, aku merasa ia sedang sangat lemah saat ini. Aku tidak begitu yakin, tapi aku merasakan naluriku ini benar.
“yakin? Kamu ga papa?” kataku memastikan,
“ia aku yakin. Maaf ya BBMnya ga dibales. Tiwie males ngambil BB Tiwie. Jadi Tiwie biarin. Hehe” katanya. Meskipun ia akhiri dengan sedikit canda, aku merasa ia sangat tidak ada semangat saat ini. Biarpun aku hanya bisa berkomunikasi dengannya lewat handphone seperti saat ini, tapi aku yakin Tiwie sedang tidk sehat saat ini.
“ia ga papa. Ya udah kamu istirahat aja yah. Kamu pasti kecapean deh.” Kataku. Sungguh, aku sangat ingin untuk menghampirinya dan menjaganya saat ini. Tapi, aku yakin dia tidak akan suka.
“iyaa.. kamu juga yah. Yau dah Tiwie istirahat dulu. See you tomorrow” katanya
Entah mengapa, hatiku masih saja merasakan hal yang aneh. Aku terus menerus mengkhawatirkan Tiwie. Sekarang aku tidak bisa tidur dengan tenang. Aku beberapa kali membalik balikan badanku diatas kasur. Sungguh susah rasanya mencari tidur.
Jam 09.00 pagi.
Aku bangun dari tidur lelapku. Sebenarnya ini tak bisa dibilang tidur yang lelap karna sepanjang tidurku yang aku pikirkan hanya Tiwie. Nada bicaranya semalam sungguh mengkhawatirkan. Untuk pertama kalinya aku mendengar suaranya yang sedang serak.
Aku pun segera bangun, bersiap – siap dan memakan sarapanku. Hari ini, SMASH mepunyai jadwal untuk tampil disebuah talkshow. Sekitar jam 11 pagi. selesai sarapan, langsung saja ku keluarkan mobilku dari garasi. Memang ini baru jam 9 tapi aku ingin berhenti sebentar dirrumah Tiwie untuk melihat keadaannya.
Tiwie part
Mataku berat untuk terbuka, badanku terasa sangat basah akibat peluhku. Badanku lemas tak berdaya. Pagi ini sepertinya harus sangat berat bagiku. Sepertinya penyakitku kambuh.
Tak lama, kakakku mengetok pintu kamarku. Mulutku sangat susah untuk bersuara. Bahkan aku tak ada sama sekali tenaga untuk bangun membukakan pintu.
Karna tak ada jawaban, kakakku pun langsung masuk, “de, kaka pergi dulu yah. Ada event yang mau diurus” kata kakakku dari pintu. Aku tidak menjawabnya, aku hanya mengangguk dengan sisa tenagaku.
“de, kamu ga papa? Mukamu pucet” Tanya kakakku. Ternyata kakakku sudah merasakan ada yang aneh dari kondisiku.
“ga papa kak. Paling Cuma panas dingin sebentar. Entar juga sehat lagi.” Jawabku
“kamu yakin? Apa jangan jangan… kamu..”
“enggak ka. Ga kambuh kok tenang aja” jawabku. Aku sudah mencoba dengan keras supaya suaraku tak menjadi serak.
“kamu yakin? Yaudah kaka pergi ya. Oiya. Itu ada temen kamu dibawah, kaka panggil kesini aja ya. Tunggu” jawab kakakku.
Hah? Temen? Siapa? Esya? Diakan kuliah. Perasaan aku ga ada manggil temen deh. Calvin? Ngapain dia kesini? Minjem mobil lagi? Ya ga mungkinlah orang kemarin baru gue marahin.
Morgan Part
Dengan tak percayanya aku melihat Tiwie terbaring lemah dikasurnya. Wajahnya yang pucat, dan basah akibat peluhnya. Ternyata aku benar, dia sakit. Aku pun langsung mendekatinya.
“Tiwie, kamu sakit? Badan kamu panas banget!” kataku sambil menilai panas dahinya dengan punggung tanganku.
“Enggak apa – apa Gan. Paling Cuma sebentar. Ga usah khawatir.” Katanya dengan suara serak dan tangan dinginnya yang memegang tanganku, menjauhkannya dari dahinya.
“ga papa gimana? Badan kamu panas. Ayo sekarang kerumah sakit.” Ajakku optimis.
“ga usah.”
“oiya, kamu ngapain kesini? Bukannya ada talkshow?” tanyanya.
“aku sengaja kesini. Soalnya kemarin pertama kalinya aku denger kamu dengan suara serak.” Jawabku dengan senyum. Ia pun ikut tersenyum.
Ia pun mendaratkan sebuah cubitan ketanganku, “ihhh. Kamu ya!! Udah sana pergi, entar telat lo. Kaya ga tau bandung aja. Macet!!” katanya dengan sedikit becanda.
Dari cubitannya saja aku sudah merasakan betapa lemahnya tenaganya.
“iya iya aku pergi. Tapi kamu janji!” kataku.
“kenapa?”
“kamu mesti nonton.” Kataku lagi.
“ia iya. Udah sana pergii!” katanya lagi.
Aku pun pergi meninggalkannya. Meskipun kekhawatiranku tadi malam hilang. Tapi kini aku tambah khawatir karna sekarang ia terbaring lemah dirumah dan seorang diri.
Talkshow pun dimulai. Percakapan kami sama seperti biasanya. Itu sudah umum, soo, tak perlu diceritakan.
Tiwie Part
Sepertinya kondisiku semakin membaik sejak Morgan datang. Entah mengapa saat Morgan datang aku seperti mendapat semangat yang besar darinya. Kini badanku mulai seperti biasa.peluhku sudah mulai berhenti membasahi.
Aku pun menyalakan TV LCDku yang ada dikamar. Langsung saja aku memindahkan channelnya ke stasiun TV yang sedang dalam Program talkshow bersama SMASH. Mereka terlihat begitu bersemangat dan selalu tersenyum. Tapi beberapa kali aku melihat tampang murung morgan, apakah dia sedang khawatir kepadaku? Tapi mana mungkin, memangnya aku siapanya?
Tak lama, sebuah BBM masuk
Morgan : I Wish I can look you with me in here. Miss you so much.
But, I just want you can be better now. Just rest :)
Tiwie : Miss you too. Now I feel better, thanks. Just focus to your job.
You look sad from here. Just Smile :)
Morgan : Thanks.. aw aw.. You’re watching me. Ok. Time is up. I need to work again.
Bye :)
Argghh.. aku tidak ingin hanya rebahan disini. Lagipula badanku sudah cukup enakan dan suaraku sudah lumayan pulih. Oh ya.. aku lupa untuk menjelaskan pada kalian. Aku mempunyai sebuah penyakit. Penyakitku tidak membahayakan, untuk saat ini. Tapi, dokter berkata bahwa penyakitku ini bisa mempengaruhi seluruh hidupku. Penyakitku ini disebut vocal cord nodules. Yah, susah untuk menceritakannya. Penyakitku ini membuatku terkadang terkena radang, dan itu terjadi hari ini. Tak banyak yang tau tentang hal ini. Bahkan dalam keluargaku hanya kakakku yang tau dan Esya tentu saja. Pita suaraku sempat tak berfungsi karena penyakit ini. Akibatnya aku terpaksa cuti sampai setengah tahun. Ini sangat rumit bagiku. Aku kuliah disekolah seni. Bagaimana jika suaraku hilang dan tak bisa bernyanyi lagi? Hancur sudah kerja kerasku. Sejujurnya, sejak awal, aku hanya menjadikan kelulusan kakakku sebagai alasanku cuti, tapi sebenarnya aku cuti karena aku sudah tau penyakitku ini akan kambuh. Ditambah lagi ketika saat itu aku bernyanyi di bober Café. Ku sangka itu adalah terakhir kalinya ku bernyanyi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jangan cuma baca, comment juga dong!